Pasar
bebas adalah system ekonomi yang lahir untuk mendongkrak system ekonomi yang
tidak etis dan yang menghambat pertumbuhan ekonomi dengan member kesempatan
berusaha yang sama, bebas, dan fair kepada semua pelaku ekonomi. Rasanya sia-sia
kita mengharapkan suatu bisnis yang baik dan etis kalau tidak di tunjang system
social politik dan ekonomi yang memungkinan untuk itu. Dengan kata lain,
betapun etisnya etika pelaku bisnis, jika system ekonomi yang berklaku sangat
bertentangan dengan nilai-nilai moral yang dianutnya, akan sangat menyulitkan.
Betapa etisnya pelaku ekonomi, kalaupun system yang ada melanggengkan
praktek-praktek bisnis yang tidak fair seperti monopoli, kolusi, manipulasi,
dan nepotisme secara transparan dan arogan, akan sulit sekali mengharapkan
iklim bisnis yang baik dan etis.
Ini berarti, supaya bisnis dapat dijalankan secara baik dan etis, dibutuhkan
puluh perangkat hokum yang baik dan adil. Harus ada aturean main yang fair,
yang dijiwai oleh etika dan moralitas.
1. Kekuatan Sosial Dan Budaya Dalam Lingkungan Global
Pemasaran, disamping merupakan suatu fenomena ekonomi, juga merupakan 
fenomena sosial dan budaya. Modul ini memfokuskan  pada kekuatan sosial 
dan budaya yang membentuk dan mempengaruhi tingkah laku 
individu-individu di lingkungan pasar dunia. Sejak perang dunia kedua 
berakhir penggunaan antropologi, sosial dan psikologi merupakan 
perkembangan besar dalam pemasaran internasional. Pendekatan tersebut 
memperlihatkan interaksi kepribadian yang unik dengan kekuatan budaya 
dan linkungan sosial. “Budaya adalah cara hidup yang dibentuk sekelompok
 manusia yang diturunkan dari stu generasi ke generasi berikutnya” 
(menurut akhli antropologi). Budya  termasuk nilai-nilai yang disadari  
dan tidak disadari, ide, sikap, dan symbol yang membentuk tingkah laku 
manusia. Para akhli Antropologi sepakat dan memiliki pendapat yang sama 
mengenai tiga karakteristik budaya yang merupakan  aspek dasar yaitu : 
Budaya bukan pembawaan sejak lahir melainkan dipelajari. Berbagai bentuk
 budaya saling berhubungan, jika salah satu aspek budaya tersentuh, yang
 lainnya ikut terpengaruh. Dimiliki bersama oleh anggota kelompok, dan 
menjadi pembatas antara kelompok yang berbeda.
2. Lingkungan budaya pasar global.
Karena budaya mempunyai pengaruh demikian penting pada tingkah laku 
pelanggan, maka alangkah baiknya dibahas berbagai asumsi menyangkut 
sifat budaya yang diterima secara umum oleh para akhli antropologi, yang
 diambil dari literature antropologi yang paling mutakhir sebagai 
berikut : Budaya terdiri dari respon, yang dipelajari,terhadap situasi 
yang terjadi. Respon ini harus dipelajari secara dini, karena semakin 
terlambat mempelajarinya maka akan semakin sulit untuk di rubah.
3. Dampak Globalisasi Ekonomi Dunia
A. Pengertian Globalisasi Ekonomi.
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan 
perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan
 pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial
 negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh 
batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.
Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan 
menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan 
perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian 
di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke 
pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang 
masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.
Menurut Tanri Abeng, perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut :
1. Globalisasi produksi.
Di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar 
biaya produksi menajdi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah 
buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang 
memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia 
dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global.
2. Globalisasi pembiayaan.
Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau 
melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di 
semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak 
satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan 
jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT 
(build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari manca negara.
3. Globalisasi tenaga kerja.
Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh 
dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari 
tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh 
kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi 
maka human movement akan semakin mudah dan bebas.
4. Globalisasi jaringan informasi.
Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi 
dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain 
melalui: TV,radio,media cetak dll. Dengan jaringan komunikasi yang 
semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia 
untuk barang yang sama. Sebagai contoh : KFC, celana jeans levi’s, atau 
hamburger melanda pasar dimana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia 
-baik yang berdomisili di kota ataupun di desa- menuju pada selera 
global.
5. Globalisasi Perdagangan.
Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta 
penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan 
perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair. 
Thompson mencatat bahwa kaum globalis mengklaim saat ini telah terjadi 
sebuah intensifikasi secara cepat dalam investasi dan perdagangan 
internasional. Misalnya, secara nyata perekonomian nasional telah 
menjadi bagian dari perekonomian global yang ditengarai dengan adanya 
kekuatan pasar dunia.
B. Dampak Positif Globalisasi Ekonomi.
Dalam dampak atau efek globalisasi ekonomi, terdapat dampak-dampak 
positif yang sangat bermanfaat dalam perkembangan perekonomian. Dampak 
positif tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Produksi global dapat ditingkatkan.
Pandangan ini sesuai dengan teori ‘Keuntungan Komparatif’ dari David 
Ricardo. Melalui spesialisasi dan perdagangan faktor-faktor produksi 
dunia dapat digunakan dengan lebih efesien, output dunia bertambah dan 
masyarakat akan memperoleh keuntungan dari spesialisasi dan perdagangan 
dalam bentuk pendapatan yang meningkat, yang selanjutnya dapat 
meningkatkan pembelanjaan dan tabungan.
2. Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu Negara.
Perdagangan yang lebih bebas memungkinkan masyarakat dari berbagai 
negara mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri. Hal ini 
menyebabkan konsumen mempunyai pilihan barang yang lebih banyak. Selain 
itu, konsumen juga dapat menikmati barang yang lebih baik dengan harga 
yang lebih rendah.
3. Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri.
Perdagangan luar negeri yang lebih bebas memungkinkan setiap negara 
memperoleh pasar yang jauh lebih luas dari pasar dalam negeri.
4. Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik.
Modal dapat diperoleh dari investasi asing dan terutama dinikmati oleh 
negara-negara berkembang karena masalah kekurangan modal dan tenaga ahli
 serta tenaga terdidik yang berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh 
negara-negara berkembang.
5. Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi.
Pembangunan sektor industri dan berbagai sektor lainnya bukan saja 
dikembangkan oleh perusahaan asing, tetapi terutamanya melalui investasi
 yang dilakukan oleh perusahaan swasta domestik. Perusahaan domestik ini
 seringkali memerlukan modal dari bank atau pasar saham. dana dari luar 
negeri terutama dari negara-negara maju yang memasuki pasar uang dan 
pasar modal di dalam negeri dapat membantu menyediakan modal yang 
dibutuhkan tersebut.
C. Dampak Negatif Globalisasi Ekonomi.
Selain dampak positif atau efek globalisasi ekonomi yang sangat 
bermanfaat dalam perkembangan perekonomian, terdapat pula Dampak negatif
 yang ditimbulkannya, yang dapat mengakibatkan kerugian di sector 
perekonomian. Dampak negatif tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Menghambat pertumbuhan sektor industri.
Salah satu efek dari globalisasi adalah perkembangan sistem perdagangan 
luar negeri yang lebih bebas. Perkembangan ini menyebabkan negara-negara
 berkembang tidak dapat lagi menggunakan tarif yang tingi untuk 
memberikan proteksi kepada industri yang baru berkembang (infant 
industry). Dengan demikian, perdagangan luar negeri yang lebih bebas 
menimbulkan hambatan kepada negara berkembang untuk memajukan sektor 
industri domestik yang lebih cepat. Selain itu, ketergantungan kepada 
industri-industri yang dimiliki perusahaan multinasional semakin 
meningkat.
2. Memperburuk neraca pembayaran.
Globalisasi cenderung menaikkan barang-barang impor. Sebaliknya, apabila
 suatu negara tidak mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. 
Keadaan ini dapat memperburuk kondisi neraca pembayaran. Efek buruk lain
 dari globaliassi terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran neto 
pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami defisit.
 Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran 
keuntungan (pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat. 
Tidak berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca 
pembayaran.
3. Sektor keuangan semakin tidak stabil.
Salah satu efek penting dari globalisasi adalah pengaliran investasi 
(modal) portofolio yang semakin besar. Investasi ini terutama meliputi 
partisipasi dana luar negeri ke pasar saham. Ketika pasar saham sedang 
meningkat, dana ini akan mengalir masuk, neraca pembayaran bertambah bak
 dan nilai uang akan bertambah baik. Sebaliknya, ketika harga-harga 
saham di pasar saham menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar 
negeri, neraca pembayaran cenderung menjadi bertambah buruk dan nilai 
mata uang domestik merosot. Ketidakstabilan di sektor keuangan ini dapat
 menimbulkan efek buruk kepada kestabilan kegiatan ekonomi secara 
keseluruhan.
4. Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Apabila hal-hal yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu negara, maka
 dlam jangka pendek pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Dalam 
jangka panjang pertumbuhan yang seperti ini akan mengurangi lajunya 
pertumbuhan ekonomi. Pendapatan nasional dan kesempatan kerja akan 
semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak dapat 
diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya, apabila globalisasi 
menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang
 suatu negara, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil dan 
masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk.
4. Empat Dampak utama dari Globalisasi Ekonomi.
Seperti yang disebutkan, dampak dari globalisasi perekonomian pada 
perekonomian oleh negara di dunia dapat bersifat positif maupun negatif.
 Hal ini sangat bergantung kesiapan dari negara tersebut ketika 
mendapatkan kesempatan atau tantangan bahwa berasal dari globalisasi 
perekonomian Secara umum, ada empat bidang yang terkena dampak 
globalisasi ekonomi. Apa itu?
1. Hal yang berkaitan dengan Ekspor
Pengaruh positif dari globalisasi yang terjadi di bidang ekonomi, yang 
merupakan dalam sektor ekspor atau saham ekspor dari pasaran dunia dari 
negara tertentu telah meningkatkan. Sedangkan, pengaruh negatif terhadap
 bidang ekspor suatu negara akan kalah dunia pangsa pasar sangat buruk 
juga di volume produksi domestik, perkembangan Produk Domestik Bruto 
(PDB), pengangguran meningkat, dengan kemiskinan meningkat.
2. Hal yang Berkaitan dengan Impor
Dampak negatif dari globalisasi perekonomian di sektor impor adalah 
kenaikan impor yang tak disertai dengan usaha yang terkait damming daya 
saing yang rendah dari produk yang dari penciptaan bersamaan di negara 
itu, kemudian mungkin di pasar dalam negeri di masa depan ini akan benar
 dikuasai oleh produk di luar negeri.
Beberapa tahun terakhir ini, ekspansi beberapa produk dari China untuk 
pasar domestik Indonesia makin tak terhentikan, seperti lengan buatan, 
kunci pas, motor, dan yang lainnya.
3. Hal yang Berkaitan dengan Investasi
Liberalisasi pasar dunia finansial mengakibatkan bebas aliran modal 
antara negara ambil bagian mempengaruhi aliran investasi bersih masuk ke
 Indonesia. Jika kompetitif investasi di Indonesia rendah (suasana yang 
kurang kondusif berinvestasi di Indonesia daripada negara lain), aliran 
modal ke Indonesia akan turun. Bahkan, modal investasi dalam negeri ini 
akan beralih dari Indonesia, mengakibatkan keseimbangan akun modal 
keseimbangan pembayaran Indonesia ini akan menjadi negatif. Ini 
merupakan dampak dari globalisasi perekonomian pada iklim investasi.
4. Hal yang Berkaitan dengan Tenaga Kerja
Dampak negatif dari globalisasi itu terjadi dalam bidang ekonomi tenaga 
kerja tumbuh subur di ahli di luar negeri. Apabila kualitas dari Sumber 
Daya Manusia (SDM) Indonesia tidak dibangkitkan secara cepat, mungkin 
dalam peluang pasar kerja mendatang atau kesempatan bekerja di Indonesia
 dikuasai oleh pekerja asing.
5. Contoh Kasus
CONTOH KASUS EKSPOR
Kasus Dugaan Dumping Terhadap Ekspor Produk Kertas Indonesia ke Korea
Salah satu kasus yang terjadi antar anggota WTO kasus antara Korea dan 
Indonesia, dimana Korea menuduh Indonesia melakukan dumping woodfree 
copy paper ke Korsel sehingga Indonesia mengalami kerugian yang cukup 
besar. Tuduhan tersebut menyebabkan Pemerintah Korsel mengenakan bea 
masuk anti dumping (BMAD) sebesar 2,8 persen hingga 8,22 persen 
terhitung 7 November 2003. dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor 
produk itu mengalami kerugian. Ekspor woodfree copy paper Indonesia ke 
Korsel yang tahun 2002 mencapai 102 juta dolar AS, turun tahun 2003 
menjadi 67 juta dolar.
Karenanya, Indonesia harus melakukan yang terbaik untuk menghadapi kasus
 dumping ini, kasus ini bermual ketika industri kertas Korea mengajukan 
petisi anti dumping terhadap 16 jenis produk kertas Indonesia antara 
lain yang tergolong dalam uncoated paper and paperboard used for writing
 dan printing or other grafic purpose produk kertas Indonesia kepada 
Korean Trade Commision (KTC) pada tanggal 30 september 2002 dan pada 9 
mei 2003, KTC mengenai Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sementara dengan 
besaran untuk PT pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo 
Deli 11,65%, PT Indah Kiat 0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. 
Namun, pada 7 November 2003 KTC menurunkan BM anti dumping terhadap 
produk kertas Indonesia ke Korsel dengan ketentuan PT Pabrik kertas 
Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat diturunkan sebesar 
8,22% dana untuk April Pine dan lainnya 2,80%. Dan Indonesia mengadukan 
masalah ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta diadakan konsultasi 
bilateral, namun konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004 gagal 
mencapai kesepakatan.
Karenanya, Indonesia meminta Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute 
Settlement Body/DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membentuk Panel 
dan setelah melalui proses-proses pemeriksaan, maka DSB WTO mengabulkan 
dan menyetujui gugatan Indonesia terhadap pelanggaran terhadap penentuan
 agreement on antidumping WTO dalam mengenakan tindakan antidumping 
terhadap produk kertas Indonesia. Panel DSB menilai Korea telah 
melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya praktek dumping 
produk kertas dari Indonesia dan bahwa Korea telah melakukan kesalahan 
dalam menentukan bahwa industri domestik Korea mengalami kerugian akibat
 praktek dumping dari produk kertas Indonesia.
Penyelesaian Kasus
Dalam kasus ini, dengan melibatkan beberapa subyek hukum internasional 
secara jelas menggambarkan bahwa kasus ini berada dalam cakupan 
internasional yakni dua negara di Asia dan merupakan anggota badan 
internasional WTO mengingat keduanya merupakan negara yang berdaulat. 
Dan kasus dumping yang terjadi menjadi unsur ekonomi yang terbungkus 
dalam hubungan dagang internasional kedua Negara dengan melibatkan unsur
 aktor-aktor non negara yang berasal dari dalam negeri masing-masing 
negara yaitu perusahaan-perusahaan yang disubsidi oleh pemerintah untuk 
memproduksi produk ekspor. Dumping merupakan suatu tindakan menjual 
produk-produk impor dengan harga yang lebih murah dari harga dan ini 
merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan WTO. Indonesia meminta 
bantuan DSB WTO dan melalui panel meminta agar kebijakan anti dumping 
yang dilakukan korea ditinjau kembali karena tidak konsisten dengan 
beberapa point artikel kesepakatan seperti artikel 6.8 yang paling 
banyak diabaikandan artikel lainnya dan Indonesia juga meminta Panel 
terkait dengan artikel 19.1 dari Understanding on Rules and Procedures 
Governing the Settlement of Disputes (DSU) untuk meminta Korea bertindak
 sesuai dengan kesepakatan GATT dan membatalkan kebijakan anti dumping 
impor kertas yang dikeluarkan oleh mentri keuangan dan ekonominya pada 
tanggal 7 november 2003.
Yang menjadi aspek legal disini adalah adanya pelanggaran terhadap 
artikel kesepakatan WTO khususnya dalam kesepakatan perdagangan dan 
penentuan tariff seperti yang tercakup dalam GATT dan dengan adanya 
keterlibatan DSB WTO yang merupakan suatu badan peradilan bagi 
permasalahan-permasalahan di bidang perdagangan. Ini menegaskan bahwa 
masalah ini adalah masalah yang berada di cakupan Internasional, 
bersifat legal dan bergerak dalam bidang ekonomi. Sifat legal atau 
hukumnya terlihat juga dengan adanya tindakan Retaliasi oleh pemerintah 
Indonesia karena Korea dinilai telah bertindak ‘curang’ dengan tidak 
melaksanakan keputusan Panel Sementara DSB sebelumnya atas kasus dumping
 kertas tersebut yang memenangkan Indonesia dimana retaliasi diijinkan 
dalam WTO. Sekretaris Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan 
Internasional Departemen Perdagangan mengatakan dalam putusan Panel DSB 
pada November 2005 menyatakan Korsel harus melakukan rekalkulasi atau 
menghitung ulang margin dumping untuk produk kertas asal Indonesia. 
Untuk itu, Korsel diberikan waktu untuk melaksanakan paling lama delapan
 bulan setelah keluarnya putusan atau berakhir pada Juli 2006. Panel DSB
 menilai Korsel telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya
 praktik dumping kertas dari Indonesia. Pengenaan tuduhan dumping kertas
 melanggar ketentuan antidumping WTO. Korea harus menghitung ulang 
margin dumping sesuai dengan hasil panel maka ekspor kertas Indonesia ke
 Korsel kurang dari dua persen atau deminimis sehingga tidak bisa 
dikenakan bea masuk antidumping.
Panel Permanen merupakan panel tertinggi di WTO jika putusan Panel 
Permanen juga tidak ditaati oleh Korsel, Indonesia dapat melakukan 
retaliasi, yaitu upaya pembalasan atas kerugian yang diderita. Dalam 
retaliasi, Indonesia dapat mengenakan bea masuk atas produk tertentu 
dari Korsel dengan nilai kerugian yang sama selama pengenaan Bea Masuk 
Anti-Dumping (BMAD). Korean Trade Commision yang merupakan otoritas 
dumping Korsel mengenakan BMAD 2,8-8,22 persen terhadap empat perusahaan
 kertas, seperti yang telah disebutkan diatas yaitu PT Pabrik Kertas 
Tjiwi Kimia, PT Pindo Deli Pulp & Paper Mills, PT Indah Kiat Pulp 
& Paper, dan PT April Fine sejak 7 November 2003. Dalam membuat 
tuduhan dumping, KTC menetapkan margin dumping kertas dari Indonesia 
mencapai 47,7 persen. Produk kertas yang dikenakan BMAD adalah plain 
paper copier dan undercoated wood free printing paper dengan nomor HS 
4802.20.000; 4802.55; 4802.56; 4802.57; dan 4809.4816.
Dalam kasus ini, Indonesia telah melakukan upaya pendekatan sesuai 
prosedur terhadap Korsel. Pada 26 Oktober 2006 Indonesia juga mengirim 
surat pengajuan konsultasi. Selanjutnya, konsultasi dilakukan pada 15 
November 2006 namun gagal. Korea masih belum melaksanakan rekalkulasi 
dan dalam pertemuan Korea mengulur-ulur waktu. Tindakan Korsel tersebut 
sangat merugikan industri kertas Indonesia. Ekspor kertas ke Korsel 
anjlok hingga 50 persen dari US$ 120 juta. Kerugian tersebut akan 
berkepanjangan sebab Panel juga menyita waktu cukup lama, paling cepat 
tiga bulan dan paling lama enam bulan.
Kasus dumping Korea-Indonesia pada akhirnya dimenangkan  oleh Indonesia.
 Namun untuk menghadapi kasus-kasus dumping yang belum terselesaikan 
sekarang maka indonesia perlu melakukkan antisipasi dengan pembuatan 
Undang-Undang (UU) Anti Dumping untuk melindungi industri dalam negeri 
dari kerugian akibat melonjaknya barang impor. Selain itu, diperlukan 
penetapkan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dalam rangka proses 
investigasi praktek dumping (ekspor dengan harga lebih murah dari harga 
di dalam negeri) yang diajukan industri dalam negeri. selama ini, 
Indonesia belum pernah menerapkan BMADS dalam proses penyelidikan 
dumping apapun padahal negara lain telah menerapkannya pada tuduhan 
dumping yang sedang diproses termasuk kepada Indonesia. Padahal hal ini 
sangat diperlukan seperti dalam rangka penyelidikan, negara yang 
mengajukan petisi boleh mengenakan BMADS sesuai perhitungan injury 
(kerugian) sementara. Jika negara eksportir terbukti melakukan dumping, 
maka dapat dikenakan sanksi berupa BMAD sesuai hasil penyelidikan. 
Karenannya, pemerintah harus mengefektifkan Komite Anti Dumping 
Indonesia (KADI) yang merupakan institusi yang bertugas melaksanakan 
penyelidikan, pengumpulan bukti, penelitian dan pengolahan bukti dan 
informasi mengenai barang impor dumping, barang impor bersubsidi dan 
lonjakan impor.
KESIMPULAN
Penjualan barang oleh eksportir keluar negeri dikenai berbagai ketentuan
 dan pembatasan serta syarat-syarat khusus pada jenis komoditas tertentu
 termasuk cara penanganan dan pengamanannya. Setiap negara memiliki 
peraturan dan ketentuan perdagangan yang berbeda-beda. Produk yang akan 
dipasarkan haruslah memiliki standar mutu yang baik (export quality) 
sehingga dapat memuaskan konsumen serta pengiriman barang yang tepat 
waktu yang dapat berdampak terhadap pemesanan secara reguler. Disamping 
itu eksportir haruslah mengerti selera konsumen negara tujuan ekspor. 
Kegiatan ekspor yang lancar akan ikut menyumbang pendapatan negara dari 
sektor pajak ekspor disamping tentunya akan berdampak positif berupa 
keuntungan yang diperoleh eksportir tersebut. Sementara itu untuk kasus 
dumping Indonesia – Korea Selatan pada akhirnya dimenangkan oleh pihak 
Indonesia. Namun untuk menghadapi kasus-kasus dumping yang belum 
terselesaikan sekarang maka indonesia perlu melakukkan antisipasi dengan
 pembuatan Undang-Undang (UU) Anti Dumping untuk melindungi industri 
dalam negeri dari kerugian akibat melonjaknya barang impor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar